Jumat, 08 Juni 2012

PROPOSAL: MORFOFONEMIK BAHASA KULISUSU

BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Morfologi
    Morfologi adalah (1) bidang linguistic yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; (2) bagian dari struktur bahas yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana, 1984:129).
    Seorang ahli bahasa di Indonesia J.S Badudu memberikan batasan bahwa: “Morfologi adalah ilmu yang membicarakan morfem, yaitu bagaimana kata dibentuk dari morfem-morfem. Jadi morfologi berirusan struktur dalam kata”. (1979:66).
    Selain dari kedua pengertian yang telah disebutkan di atas, maka dalam hal yang sama M. Ramlan yang merupakan tokoh structural di Indonesia memberikan definisi tentang morfologi sebagai berikut:
    Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari selu-beluk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantic (1985:19).
    Selanjtnya Verhaar, mengemukakan bahwa “ morfologi adalah bidang linguistic yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatik” (1986:52).

2.2 Morfem
    Mengenai konsep morfem pada dasarnya para linguis (linguistik) tidak banyak berbeda pendapat , walaupun masing-masing mengajukan definisinya sendiri.
    Menurut Lyons (1995:177-178) “ morfem adalah satuan terkecil analisis gramatikal atau satuan-satuan yang terendah tingkatannya  yang dapat membentuk kata-kata”.
    Saleh (1988:6) menyatakan bahwa morfem adalah satua makna terkecil yang dapat digunakan untuk membentuk suatu ujaran,
    Ali (1991:665) menyatakan bahwa morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relative stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil.
    Hockett (dalam Parera, 1994:15) menyatakan bahwa morfem adalah unsure-unsur yang terkecil yang masing-masing mempunyai makan dalam tutur sebuah bahasa.
    Kemudian ditegaskan oleh Keraf (1978:55) bahwa morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat dibedakan artinya.

2.3  Morf  dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama, yang terdapat berulang-ulang dalam satuan bentuk yang lain. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.
2.4 Morfofonemik
    Morfofonemik adalah proses perubahan bentuk sesuai dengan fonem awal dasar yang dilekatinya. Batasan ini memandang bahwa proses perubahan fonem itu dipengaruhi oleh fonem awal bentuk dasar tempat melekatnya sebuah afiks. (Alwi, et al. 1998:113). 
    Morfofonemik merupakan perubahan bentuk sebuah morfem beerdasarkan bunyi lingkungan  yang menyangkut hubungan antara morfem dengan fonem. Selanjutnya Parera menjelaskan bahwa proses morfofonemik dalam sebuah bahasa bisa terjadi secara tetap dan dapat juga berlangsung secara tidak tetap atau dapat berlangsung secara otomatis dan tidak secara otomatis dikatakan sebuah proses morfofonemik berlangsung secara otomatis apabila prose situ sering terjadi pada syarat-syarat tertentu sehingga terjadi satu kaidah dalam bahasa tersebut. Dikatakan tidak tetap apabila sebaliknya.
    Menurut Robinson (1992:238-241) morfofonemik merupakan analisis dan klasifikasi dari berbagai bentuk morfologis yang didalamnya terdapat morfem-morfem atau yang digunakan untuk mewakili morfem-morfem, baik dalam sebuah bahasa maupun dalam bahasa-bahasa pada umumnya.  
    Morfofonemik atau biasa disebut morfofonologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan morfem dengan morfem lainnya. Dalam bahasa Indonesia terdapat empat prefiks (meN-, per-, ber-, dan ter-) yang mengalami perubahan sesuai dengan fonem awal bentuk daras yang dilekatinya.
    Berbicara mengenai proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, maka terdapat tiga hal penting, yaitu: (1) proses perubahan fonem, (b) proses penambahan fonem, (c) proses panggalan/penghilangan fonem.

2.4.1 Proses Perubahan Fonem
    Apabila kita menyinggung proses perubahan fonem dalam bidang morfofonemik, maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu perubahan fonem /N/ dan perubahan fonem /r/
1)    Perubahn fonem /N/ pada morfem meN- dan morfem peN- berubah menjadi fonem: /m/n/ seningga morfem meN- menjadi : pem-, pen-, peny-, peng-.
Fonem /N/ pada morfem meN- dan morfem peN- berubah menjadi fonem /m/ bila kata dasar yang mengikutinya berawal dengan fonem /b,p,f/, misalnya:
MeN-        +       babat    menjadi      membabat
PeN-          +      bina      menjadi       membina
Dalam bahasa Kulisusu bentukan seperti diatas dapat kita jumpai pada gabungan morfem moN- dan poN- pada kata dasar yang di awali dengan fonem // seperti: Poncilabi (labhi) ‘berlebihan’
  
2)    Perubahan fonem /r/ pada morfem ber- dan per-, mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat pertemuan dengan moerfem lain.

a.    Perubahan fonem /r/ menjadi fonem /l/ pada morfem ber-, apabila diikuti oleh kata dasar ajar dan unjur.
Contoh :
ber-              +           ajar          menjadi         belajar
ber-              +           unjur        menjadi         berunjur

b.    perubahan fonem /r/ menjadi fonem /l/ pada morfem per-, apabila diikuti oleh kata dasar ajar.
Contoh: per-           +      ajari         menjadi      pelajari

2.4.2 Proses Penambahan Fonem
    Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasarnya yang terdiri atas satu suku kata. Fonem tambahan tersebut ialah fonem /e/, sehingga meN- berubah menjadi menge-.
Contoh:
MeN-       +    lap     menjadi      mengelap
Men-        +    tik     menjadi       mengetik
Dalam bahasa kulisusu dijumpai pula bentukan-bentukan:
Pompuaia  (puai)  ‘tempat menjemur’
Petotapiha (totapi)   ;tempat mencuci’

2.4.3 Proses Hilangnya Fonem
    Proses hilangnya fonem /N/ pada prefiks meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan mrfem peN- dengan bentuk dasar yang berawal  dengan fonem berikut: /l,m,n,r,y, dan w/, morfem meN- dan peN- menjadi me- dan pe-.
Contoh: meN         +      masak        menjadi        memasak
      meN         +      naikkan      menjadi       menaikkan
      peN         +      malas          menjadi       pemalas

dalam bahasa Kulisusu kita jumpai pula bentukan-bentukan: moleusi (leu) ‘mendatangi’





DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J.S. 1989. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pusaka Prima.
Hockett, Charles. 1963. A Course ini Modern Linguistik. New York: The Macculan Company.
Keraf, Gorys. 1982. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Ramlan, M. 1979. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi. Yogyakarta: UP Indonesia.   
1983. Morfologi. Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.
Verhaar, J.W.M. 1978. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar